Adikku wahyu, Selamat !
12 juli 2019.
Hari itu adalah kali ke empat kau memberanikan dirimu untuk
kembali bertaruh harapan soal masa depan dan cita-citamu.
Tapi aku akan coba ceritakan jauh sebelum hari itu.
Tepatnya kurang lebih 5 tahun yang lalu setelah kau lihat
seseorang berhasil mencapai cita-citanya.
Ya, dia orang yang dulu pernah kau lihat bersamaku. Sering
kau jumpai ia dirumah, atau di tempat biasa kita latihan pencak silat bersama.
Kau tau betul bagaimana perjuangan dan harapannya untuk
sampai ke titik yang sama denganmu hari ini.
Mungkin aku tak tahu kapan tepatnya kau bulatkan tekat dan
niatmu untuk ada dijalan yang sama dengannya. Karena pada waktu itu aku masih
belum berpikir tentang apa cita-citamu dan kau juga masih belia pada saat itu.
Kau mulai terbiasa melihat beberapa fotonya, video
pelatihannya, buku catatan ketika ia pendidikan dulu. Bahkan baret dan kaos
yang biasa ia pakai juga sering kau lihat dan sesekali juga kau pakai.
Waktu itu aku masih menyimpannya dengan rapi di kotak
berukuran agak besar untuk menampung semua barang-barang pemberiannya.
Aku simpan kotak itu di dalam kamar, dikunci dan aku sendiri
ada di malang pada saat itu. Karena aku harus kuliah.
Kau sering membuka kotak dan melihat semuanya, mungkin juga
sempat kau pelajari beberapa teknik simpul atau bahkan survival yang juga biasa
kau lakukan ketika kau sedang berada di gunung dan di hutan lepas.
Tekat dan cita-citamu mungkin tumbuh karena hal itu.
Dulu, aku pikir kau tak benar-benar serius dengan
cita-citamu.
Kerena buatku bersaing dengan beribu-ribu orang di tingkat
daerah itu amat sulit dan memerlukan banyak pengorbanan serta usaha.
Itu masih soal daerah. Belum bicara ketika lolos di tingkat
daerah dan harus ke pusat. Bersaing lagi dengan orang orang terbaik dari tiap
daerah seluruh Indonesia.
Cukup sulit, dan panjang jalannya untuk kesana.
Bagaimana dengan orang tua ?
Sebenarnya orang tua ku adalah orang tua yang memberlakukan
prinsip demokrasi dalam keluarga.
Maka apapun yang menjadi keinginan dan cita-cita anaknya,
mereka akan tetap mendukung.
Soal aku yang lebih suka akuntansi dari pada pertanian atau
pertanahan seperti pekerjaan ayahku,
Soal aku yang lebih suka aktif di organisasi, dan soal aku
yang selalu ambil jalan berbeda dari saudara-saudara anak dari paman atau
tanteku.
Mereka tak pernah melarang selama aku tetap bertanggung
jawab atas akademikku.
Sama dengan hal itu, adikku tak pernah mereka larang atas
hobby naik gunungnya dan juga cita-citanya untuk menjadi seorang abdi negara.
Sekali lagi. Asal tak mengecewakan orang tua dengan tetap
menjalani akademik sebaik mungkin.
Ayah dan ibuku cenderung memiliki karakter keras dan tegas.
Maka dari itu, ibu selalu berusaha mengarahkan anak-anaknya
untuk tetap menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Sekalipun untuk menjadi
abdi Negara bisa saja dengan ijazah SMA.
Disitu mulai muncul pertentangan antara harapan adikku dan
planning ibuku.
Adikku yang tak pernah mau melanjutkan pendidikan tinggi
karena buatnya itu hanya akan menambah biaya yang seharusnya bisa dialokasikan
untuk adikku yang lebih kecil.
Sementara ibuku berpikir kemungkinan terburuk ketika usia
mendaftar tentara sudah dalam batas akhir dan adikku juga tak miliki ijazah
sarjana akan seperti apa kehidupan adikku kelak.
Bagi ibuku memang ada pengorbanan yang harus dilakukan untuk
mendapatkan peluang yang lebih baik.
Apa salahnya berjaga-jaga ? ibu bilang tetap kuliah dan
tetap daftar. Nanti kalau lolos yasudah ditinggal saja kuliahnya. Kalau misal
ndak keterima kan paling engga punya ijazah sarjana untuk syarat bekerja ?
lulusan SMA saja kalau ndak bisa masuk tentara mau jadi apa nak ?
Ibu rela melepaskan uang puluhan juta yang harus dibayarkan
ketika adikku kuliah jika memang takdir adikku sesuai cita-citanya.
Dalam hal ini ibuku tak salah, pun juga dengan adikku.
Mereka hanya kurang komunikasi untuk menyelaraskan keinginan
dan pandangannya masing-masing.
Adikku yang cenderung pendiam dan ibuku yang keras membuat
mereka susah bertemu untuk melakukan rekonsiliasi pikiran.
Lantas jika aku juga diam bagaimana semuanya akan selesai ?
Akhirnya ku putuskan untuk menemui keduanya. Bicara pelan
pelan ketika ibu di kamar dan wahyu sedang main volley.
Sama dengan yang kulakukan terhadap ibu. Wahyu juga ku ajak
bicara sebelum tidur atau ketika aku bekerja. Karena wahyu cenderung pendiam
dan lebih terbuka ketika ku tanya via text.
Akhirnya perdebatan selesai.
Ibu tetap mendukung wahyu untuk mengikuti tes, dan wahyu
juga mau kuliah sekalipun dengan sedikit terpaksa.
Akhirnya kami biarkan wahyu kuliah sesuai dengan apa yang ia
inginkan. Termasuk jurusan dan kampus dimana ia akan menempuh perkuliahan.
Tiba-tiba pilihannya ada di jurusan akuntansi Universitas
Muhammadiyah Malang.
Aku kaget. Sama persis sepertiku waktu itu.
Ketika itu dia banyak bercerita. “mbak, pas aku wawancara
ditanya kenapa ambil akuntansi dan UMM ? aku jawab melanjutkan kakak saya. Aku
ingin seperti kakak”
Kau tau ? ketika itu aku terharu dengan jawabanmu. Ternyata
patron adikku adalah aku.
Tapi aku tau sebenarnya yang hendak ia patron bukan soal
jurusan dan kampus. Tapi hal lain diluar itu.
Tapi tetap, kau hendak menjadi apa di kemudian hari. Itu
karena dirimu sendiri. Bukan karena orang lain.
Waktu itu kau sempat mengikuti organisasi yang sama
denganku.
Aku tau kau lakukan itu karena ingin menuruti apa yang
menjadi keinginanku.
Tapi bukan itu. Sebenarnya aku hanya ingin pergaulanmu di
malang tak salah jalan hingga ku titipkan kau waktu itu ke beberapa teman
baikku di malang yang kebanyakan berasal dari organisasi yang sama denganku.
Singkat cerita perkuliahan berjalan 1 semester dan aku,
ayah, beserta ibu harus kecewa dengan nilai yang kau raih waktu itu.
Sangat jauh dari nilaiku dulu. Ya , sekalipun aku tau tolak
ukurnya tak harus dengan diriku.
Tapi bagiku itu sudah usaha terbaikmu, karena dari awal
seharusnya kami sadar bahwa kau lakukan ini hanya untuk menuruti keinginan ibu
sehingga kau menjalaninya juga terpaksa.
Tapi tak demikian penilaian ibuku.
Bagi ibuku, adikku telah melakukan kesalahan besar dengan
menyia-nyiakan kuliah hingga hasilnya pun tak sesuai dengan harapan ibuku.
Sedang kondisi perekenomian keluarga waktu itu sedang genting karena ayahku
yang menjadi sumber nafkah keluarga sudah pensiun.
Banyak yang ibu pikirkan waktu itu. Tentang bagaimana bisa
mendukung cita-cita adikku dan juga membiayai perkuliahan wahyu adikku,
menyekolahkan adit adikku yang masih ada di sekolah dasar, dan mencukupi kebutuhan
keluarga sehari-hari.
Aku beruntung lahir dari Rahim perempuan yang sangat kuat.
Bagi orang yang tak kenal ibuku mungkin hanya keras yang bisa mereka nilai.
Tapi dimata anak-anaknya beliau adalah perempuan terkuat
yang pernah kami temui.
Beliau benar-benar malaikat untuk kami.
Dulu, sebenarnya aku tak pernah ingin menyelesaikan studi
dengan kategori cumlaud 3.5 tahun. Karena buatku masa kuliah adalah masa yang
paling akan ku rindukan. Banyak miliki teman, masalah dan juga banyak belajar.
Tapi karena ibuku pernah bilang padaku “Nak, kamu harus bisa
lulus 3.5 tahun, karena adikmu wahyu sudah waktunya lulus SMA dan harus kuliah”
Maka sejak permintaan itu diucapkan ibuku, aku tak pernah
lagi memikirkan bagaimana indahnya menjadi mahasiswa bebas.
Yang ku pikirkan adalah bagaimana caranya untuk segera
menyelesaikan semua mata kuliah, skripsi di semester 7, dan lulus di semester
8.
Waktu itu aku iri melihat teman-temanku masih santai dengan
perkuliahannya. Sedang aku harus kebut 24 sks tiap semester.
Saat teman-temanku bisa pulang dan tidur siang, aku harus
ada dikampus untuk menyelesaikan perkuliahan hari itu.
Tapi aku bangga pada diriku sendiri. Ternyata tak merasakan
pahitnya semester 8 jauh lebih indah. Kenapa ? karena itu kali pertama aku
meringankan beban ibuku soal biaya spp semester 8.
Aku tak pernah takut pada siapapun, kecuali ibuku.
Karena itu aku mau menuntaskan kuliahku lebih awal. Mungkin
itu juga yang adikku wahyu rasakan hingga ia meng-iya-kan untuk kuliah.
Bagiku bukan hal yang mudah untuk mendapatkan hasil yang
baik.
Karena adikku harus kuliah di malang dan bolak-balik ke
Surabaya dan Madura ketika mengikuti tes tentara.
Mungkin karena itu juga adikku banyak ketinggalan soal
studinya. Hehe. Aku hanya mencari pembenaran saja untuk membela adikku di depan
ibuku yang marah besar pada saat itu.
Waktu itu ibuku menangis. Tangis kecewa. Aku sakit
melihatnya. Begitu juga dengan adikku wahyu.
Waktu itu wahyu bilang padaku “maaf mbak, tapi aku sudah
usaha. Semester depan aku coba lebih serius lagi”
Andai kamu tau yu, sebenarnya akuntansi adalah jurusan yang
berat untuk kamu lalui karena dari awal kau tak pernah benar-benar
menginginkannya.
Tuhan, apa yang harus kulakukan? Aku benar-benar benar
bingung waktu itu.
Akhirnya ku temui ibu di kamar. Kujelaskan semua yang wahyu
rasakan dan berharap ibu mau mengerti. Tapi di waktu yang sama aku juga tegas
memarahi adikku karena mau seperti apapun alasannya wahyu tetap salah dan
mengecewakan.
Akhirnya ku tawarkan pada ibu untuk wahyu pindah kuliah.
Karena pikirku waktu itu wahyu tak akan sanggup menyelesaikan studi 5 tahun.
Karena wahyu juga bilang bahwa ia tak mampu.
Waktu itu ku beri penjelasan daripada diteruskan di malang
akan lebih banyak makan biaya. Lebih baik dipindah di sini dan ibu bisa pantau
wahyu lebih dekat. Pun juga jika nanti wahyu tes, wahyu tak perlu jauh-jauh
untuk pulang-pergi malang Surabaya.
Lama sekali ku beri penjelasan pada ibuku. Akhirnya ibuku
sepakat untuk mengikhlaskan biaya yang sudah dikeluarkan di malang dan
memindahkan adikku di jurusan hukum Universitas Trunojoyo Madura.
Selang sehari ketika aku pergi kerja, ibuku mengajak wahyu
bicara soal yang sudah kita bicarakan sebelumnya.
Wahyu diberi pilihan untuk tetap di malang dan perbaiki
kuliahnya, atau pindah jurusan dan kuliah di sini. Tak butuhkan waktu lama
akhirnya wahyu setuju untuk kuliah di bangkalan.
Pendaftaran mahasiswa baru di Universitas Trunojoyo Madura
dibuka dan adikku mendaftar.
Singkat cerita ia diterima dan lagi-lagi ibuku harus
mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk itu.
Waktu itu aku bilang pada wahyu “Yu, kuliah yang bener.
Kalau waktu nya daftar tentara persiapkan semuanya dengan baik”, tegas wahyu
menjawab “iya mbak, siap”
Kemudian hari itu datang. 12 Juli 2019 wahyu mendaftarkan
dirinya kembali untuk mengikuti seleksi Angkatan Laut tingkat pantauan daerah
Surabaya.
Kali ke empat itu wahyu kelihatan sangat berbeda. Ia tak mau
suntik varises ketika ibu bilang “cepet suntik yu, sudah mau tes”. Wahyu
menjawab “aku tidak varises bu, kata temanku varisesku sudah hilang”.
Entah apa yang ia lakukan untuk mensiasati varisesnya waktu
itu. Atau mungkin memang benar-benar hilang seperti yang ia bilang pada ibuku
aku juga tak tahu.
Tapi yang sempat wahyu jelaskan adalah ia tak ingin banyak
biaya lagi yang dikeluarkan.
Wahyu tak lagi mengikuti tes psiko yang dulu pernah ia
lakukan di juanda. Tes psiko itu untuk mengukur sudah sejauh mana wahyu bisa
mengerjakan dan apa yang harus dibenahi.
Itu juga mengeluarkan biaya dan wahyu tak mengikutinya di
persiapan tes kali ini.
Wahyu lebih memilih untuk belajar soal-soal psiko sendiri. Mulai
dari hitungan Koran yang banyak sekali ia fotocopy agar bisa latihan
mengerjakan dirumah, belajar menggambar 3D, dan masih banyak persiapan psiko
yang lain.
Wahyu pernah jatuh di tes psiko 2. Mungkin karena itu wahyu
lebih semangat mengejar ketertinggalannya di tes psiko.
Waktu itu sempat ku bilang, “besok kalau daftar lagi gabole
jatuh di psiko 2. Belajar ! jangan mau dua kali gagal di lubang yang sama”. Seperti
biasa wahyu menjawab “siap mbak !”
Di siang hari wahyu biasa latihan fisik. Kemudian malamnya
ia biasa mengunci pintu kamar kami dan belajar psiko.
Dikamar biasanya aku ajari wahyu menggambar, kemudian sedikit
menjelaskan hasil tes psiko itu seperti apa. Tentang karakter apa yang dapat
terbaca ketika wahyu mengerjakan seperti itu.
Aku mungkin terlihat sok tau padahal aku bukan lulusan
psikologi. Tapi karena adikku akan menjalani tes itu maka aku rajin bertanya
pada teman-teman yang lulusan psikologi dan beberapa teman yang pernah
mendaftar seperti wahyu.
Wahyu cenderung lebih mendengarkan apa yang aku sampaikan
daripada yang ayahku sampaikan. Mungkin karena aku lebih dekat dengannya
daripada orang tua.
Tapi wahyu sangat hormat pada kedua orang tua kami.
Oleh karena itu pula ketika wahyu salah dan ketika ada yang
hendak disampaikan, orng tua ku selalu menghubungiku lebih dulu agar aku
menyampaikan pada wahyu. Benar. lucu selai pola komunikasi kita.
Pernah aku sekali ditelvon oleh ibuku. Dimarahi dan nadanya
terlihat sangat kecewa. Itu karena wahyu ketahuan menggunakan vapor.
Aku berusaha menenangkan, padahal aku sudah tau itu sejak
lama.
Aku tau wahyu melakukannya karena ia stress. Beban pikiran
wahyu sangat banyak karena waktu itu ia lolos tes psiko 2 dan tes akan semakin
sedikit. Dan itu sangat mendebarkan.
Apa yang bisa aku lakukan selain mendinginkan ibu yang
sedang marah-marah padaku soal wahyu ? kemudian wahyu ? ku telvon ia setelah
ibuku mematikan telvonnya. Ku ingatkan kenapa kamu begok sekali yu ? kenapa
bisa ketahuan ibu ?
Waktu itu wahyu lolos tes kebugaran jasmani.
Sebelum tes jasmani aku sempat menanyakan “kapan tes jas ?
ayo naik gunung”. Wahyu menjawab “ayo mbak, besok aku tes jas. Habis aku tes
yaa”.
Kesokan harinya telvon bordering saat aku sedang tidur. Pagi
sekali dan itu hari minggu. Aku masih ada di kosan.
Wahyu yang telfon “mbak, aku gak jadi tes jasmani sekarang,
ayo kalau mau naik gunung”, aku kaget. Langsung aku menjawab “nanti aja yu,
kalau kamu sudah tes jasmani. Aku takut kamu kenapa kenapa pas naik gunung. Aku
takut tes jasmanimu gak maksimal”.
Sebelum menutup telfon wahyu bilang “yauda mbak, aku pulang
aja kalau gitu yaa”. “oke hati-hati jawabku”
Waktu itu aku bilang pada wahyu kalau aku sedang banyak
pikiran. Karena di kantorku sedang banyak yang cuti melahirkan sehingga beban
tugasnya dibebankan pada kita yang masih aktif bekerja.
Karena itu wahyu sangat sigap meng iya kan ajakanku naik
gunung.
Wahyu memang perhatian sekalipun wahyu terkesan pendiam. Ia
lebih romantis dari pada pacarku.
Ia sering antarkan aku berangkat ke kantor padalah jarak
dari rumah ke kantor menghabiskan waktu 1,5 jam lebih. Ia tau apa yang aku suka
dan sering membelikannya ketika aku pulang ke rumah di hari sabtu dan minggu.
Ketika ia kuliah di malang juga ia selalu jadi sopir pribadi
yang antarkan aku kemanapun aku pergi. Wahyu rela temani aku ngopi dengan
beberapa temanku yang bahkan ia tak kenal. Parahnya lagi ia tak pernah suka
ngopi.
Pernah sekali waktu aku harus balik ke sidoarjo dan wahyu
tak bisa mengantarku karena ada kuliah pagi. Waktu itu wahyu titipkan aku pada
sofyan adik tingkatku. Wahyu bilang “mas, aku ada kuliah pagi jadi gabisa
anterin mbak rani. Minta tolong ya mas titip mbak ku”. Aku terharu
mendengarnya. Dan itu ku ingat sampai hari ini.
Tes jasmani tiba dan wahyu mengabariku. ia jelaskan hasil
tesnya. Kemudian aku langsung konfirmasi temanku jika hasilnya seperti itu
bagaimana ?
Temanku menjawab bahwa itu sudah bagus dan sudah melebihi
batas minimal. Insya Allah wahyu akan lolos.
Aku chat wahyu wahtu itu. Aku bilang bahwa kamu sudah
berusaha. Sekarang serahkan sama yang punya takdir. Banyak berdoa sembari
menunggu pengumuman tes jasmani.
Wahyu sangat gugup waktu itu. Ia tak yakin pada dirinya
sendiri. Aku berusaha meyakinkan wahyu bahwa ia sudah lakukan yang terbaik dan
memberikan apa yang ia bisa.
Selesai rangkaian tes jasmani dan tiba saatnya pengumuman
hasil tes.
Adikku wahyu dinyatakan lolos tes jasmani dan lanjut ke tes
selanjutnya yaitu tes MI (mental ideology).
MI ada dua tes yaitu tes tulis dan wawancara.
Wahyu bingung karena ia tak pernah ada persiapan untuk tes
tersebut.
Baru kali ini ia ada di tahap ini.
Wawancara mental ideology adalah tes terakhir di tingkatan
daerah sebelum kemudian di rengking dan yang lolos lanjut ke pantauan pusat di
malang. Disana akan bertemu putra dan putri terbaik dari tiap pantauan daerah
seluruh Indonesia. Mulai dari aceh sampai ujung papua.
Aku lebih paham soal ideology dan beberapa sejarah Indonesia
dibandingkan adikku wahyu. Jadi waktu itu aku membuka les singkat soal itu. Tapi
hanya bisa by chat wa. Karena waktu itu aku sedang di sidoarjo dan wahyu dirumah.
Aku ceritakan semua soal tes tersebut. Aku ajari wahyu
pelan-pelan karena wahyu kurang mengerti soal itu.
Hebatnya adikku adalah ia mau belajar dan karena ia ingin
lolos ia mau pahami keseluruhan dengan baik.
Banyak sekali yang aku ceritakan waktu itu. Soal konflik
papua, timor leste, sejarah Indonesia sampai PKI.
Waktu itu aku banting stir ku ke kanan karena yang aku
jelaskan pada wahyu sama sekali bukan yang aku pelajari. Karena aku seorang
demonstran dan aku terbiasa kontra pada kebijakan apapun yang itu melanggar
prinsip kemanusiaan.
Adikku wahyu tau betul bagaimana cara pandangku. Sama seperti
ibu dan ayahku, ia tak pernah melarangku untuk pergi aksi di jalan raya padahal
ia punya cita-cita yang nantinya akan kontra dengan apa yang aku lakukan.
Mimpi ku sangat indah. Suatu hari kita bertemu di
persimpangan jalan. Aku sebagai demonstan dan wahyu sebagai aparat. Kami berdua
ada di jalan raya dan kami sama sama memperjuangkan apa yang kami yakini.
Mungkin bagi beberapa orang ini terlihat aneh. Tapi justru
karena hal itu kami banyak belajar soal bagaimana menyelaraskan dua keinginan
dan saling menghargai prinsip masing-masing.
Wahyu mengajariku banyak hal. Tentang bagaimana tak menjadi
egois hanya karena perbedaan pandangan. Tentang bagaimana caranya bisa
meleburkan diri dan menghargai apa yang akain orang lain lakukan.
Kami belajar dewasa dari hal yang kami lalui berdua.
Akhirnya adikku telah melewati tes MI dengan baik dan ia
dinyatakan lulus.
Waktu itu tinggal menunggu rengking siapa yang lolos dan
berangkat ke malang.
Pengumumannya dimajukan tiba-tiba dan wahyu sangat tegang
karena esok harinya ia akan tau hasilnya.
Ia mengabariku dan ia ceritakan bahwa ia sangat tegang,
takut, dan pikirannya tak karuan.
Aku hanya bisa menyuruhnya tetap tenang dan tetap berdoa. Malam
itu kuingatkan dia untuk tahajud dan meminta pada Tuhannya.
Esoknya dia pergi ke tempat tes untuk mendengar pengumuman
kelolosan.
Namanya dinyatakan lolos dan berangkat tes lagi ke pusat.
Wahyu sangat senang kemudian ia mengabari aku dan orang tua
dirumah.
Sebenarnya saat kami berdua naik gunung ketika ia lolos tes
jasmani aku merasa akan kehilangan wahyu. Entah itu perasaan apa yang pasti aku
merasa wahyu akan pergi jauh dan aku akan ditinggalkan.
Aku sempat sampaikan perasaanku waktu itu. Wahyu menjawab “kenapa
ya mbak ? yauda gapapa mbak. Aku mau pergi pendidikan paling yaa, gapapa yaa
ikhlasin aku pergi”
Sejak hari itu makin hari perasaanku makin terasa wahyu akan
pergi.
Ketika dinyatakan lolos pantauan daerah wahyu harus
berangkat ke malang dan di karantina 2 minggu lebih.
Waktu itu wahyu bertanya “mbak gak pulang ? aku mau
berangkat panpus” aku menjawab “enggak yu, aku ke malang ada DAD”.
DAD adalah singkatan darul arqam dasar. Wahyu tau aku takkan
bisa meninggalkan agenda tersebut. Waktu itu wahyu hanya bilang “yauda
hati-hati mbak”
Ketika aku di malang rasanya biasa sekali.
Senin subuh ke video call wahyu. Dia sudah bersiap untuk
pergi panpus. Waktu itu aku sampaikan semangat dan ingatkan bahwa sudah sejauh
ini usahanya. Kedepan tes pusat harus mati-matian agar bisa lolos.
Kemudian aku balik ke sidoarjo. Di bis aku menangis. Aku ingat
bahwa hari ini adikku berangkat karantina dan tes pusat tapi aku kakaknya tak
ikut mengantarkan dan berpamitan langsung.
Ada rasa sesal. Kenapa aku pilih kepentingan organisasi dan
abaikan adikku. Kenapa aku sejahat itu ?
Rasanya aku ingin pergi ketempat wahyu akan berangkat. Tapi aku
tak tahu dimana dan pukul berapa ia berangkat ke malang.
Waktu itu hanya pesan singkat yang bisa aku kirim sebelum
akhirnya hp ia titipkan panitia.
Aku menangis sejadi-jadinya. Wahyu bilang “jangan nangis
mbak, gapapa aku pergi dulu. Doain aku. Kamu perempuan tangguh jadi gabole
nangis yaa..”
Waktu itu wahyu sempat bilang bahwa aku harus pulang
seminggu sekali ketika ia taka da dirumah. “mbak, kamu pulang ya tiap minggu. Usahain.
Kasian ibuk sama bapak sendirian. Cuma ada adit”
aku memang tidak tiap minggu pulang. Jika rasanya lelah
sekali aku lebih memilih beristirahat di kosan saja. Tapi sejak bulan januari
lalu aku lebih intens pulang daripada 2 tahun sebelumnya.
Jam 08.00 wahyu berpamitan via chat wa. “mbak aku berangkat.
Doain aku”
Setelah itu tak pernah ada lagi kabarnya selama karantina. Hp
nya mati tak bisa dihubungi.
Aku hanya bisa menangis ketika sudah sangat rindu. Apalagi ketika
aku pulang ke rumah dan wahyu taka da di kamar.
Biasanya aku selalu marah-marah ketika aku pulang karena
kamarku berantakan. Kali itu aku pulang kamarku sangat rapid an bersih.
Wahyu merapikan dan membersihkannya sebelum ia berangkat ke
malang. Sim card ia tinggalkan di bawah lempitan bajuku di lemari. Ia bilang
aku pakai saja karena sudah tiap bulan perpanjang paketan.
Aku sangat merindukannya.
Waktu itu aku hanya bisa menunggu kapan wahyu akan
pengumuman. Pengumumannya adalah hari kamis tanggal 17 oktober 2019.
Sore hari sepulang kerja tanggal 16 oktober aku segera
bergegas pergi ke malang ke tempat wahyu dikarantina. Malam hari aku sampai
disana sekitar pukul 19.00. kemudian aku menuggu di jalanan itu sampai pukul
22.00.
Aku takut pengumumannya dimajukan karena kita sama sekali
tak tahu kapan akan di umumkan.
Aku tidak masuk kantor di tanggal 17 karena aku tak ingin
melewatkan moment yang sama ketika aku lebih memilih untuk tak mengantarkan
wahyu waktu itu.
Kemudian ke esokan harinya selepas dzuhur aku pergi lagi ke
tempat wahyu. Melihat dari kejauhan untuk tahu bagaimana prosesnya.
Banyak orang tua yang juga menunggu di belakang gerbang.
Kemudian sekitar pukul 14.00 telvon masuk dari nomor tak
dikenal. “halo mbak, kamu dimana ? kamu kerja kah ?”, aku menjawab “tidak yu,
aku cuti. Aku sudah di LANAL di pintu belakang. Aku disini tunggu kamu
pengumuman dari semalam”. Wahyu menjawab
“kamu sudah disini mbak ? kamu gak masuk kerja? Aku uda selesai tes mbak. Sejam
lagi mungkin aku pengumuman. Doain ya mbak”. Kemudian telfon ditutup dan aku
menunggu lagi.
Sekitar jam 15.00 pintu gerbang dibuka dan orang tua wali
beserta keluarga diperbolehkan masuk kedalam.
Tapi kami tak boleh melewati batas lapangan. Peserta tes ada
di dalam lapangan. Mereka dijemur.
Kemudian pengumuman dibacakan. Nama yang dipanggil adalah
nama yang tidak lolos. Mereka harus meninggalkan lapangan dan harus saat itu
juga.
Aku tak tahu nomer peserta wahyu berapa. Jadi aku hanya
mendengar baik baik dan memperhatikan dimana adikku duduk. Ada dibarisan
berapa. Paling tidak ketika aku tak mendengar namanya aku bisa melihatnya tetap
duduk di lapangan dan itu pertanda wahyu tidak harus pulang.
Ketika asal pantauan daerah Surabaya dibacakan aku memeluk
adikku adit erat-erat.
Aku terus mendengarkan pembacaan itu baik –baik. Aku tak
mendengar nama adikku wahyu dipanggil dan panitia membacakan “lanjut, pantauan
daerah kendari”
Benar, itu berate adikku masih ada di lapangan dan ia lolos.
Ya Allah lega rasanya hatiku saat itu. Ku peluk lebih erat
adit dan aku menangis sejadi-jadinya. Adikku
wahyu lolos dan ia akan sampai pada cita-citanya.
Setelah pembacaan selesai peserta melakukan sholah ashar
bersama. Kemudian kami diberi waktu bertemu 10 menit sebelum wahyu dibawa ke
juanda untuk menjalani pendidikan.
Setelah waktu itu tiba wahyu bergegas menemui kami yang
sudah menunggunya. Langkah pertama wahyu kea rah ibuku dan menaruh tasnya jauh
sebelum sampai pada ibuku. Wahyu memeluk
ibuku sangat kuat kemudian ia turun mencium kaki ibuku di tanah. Lama sekali wahyu memeluk ibuk. Kemudian setelah
ibuku wahyu memeluk ayahku. Itu pemandangan yang jarang aku temui. Aku menangis
melihatnya. Haru, senang, dan sedih akan ditinggalkan bercampur saat itu.
Setelah wahyu memeluk ayahku wahyu melangkah ke arahku. Ia langsung
memelukku dan bicara sambil menangis “mbak aku lolos, aku lolos” aku hanya bisa
menjawab “iyaa, hajatmu sampai. Yang sabar nanti ya kalau pendidikan” wahyu
membalas “iya mbak” kemudian kami terus berpelukan sambil menangis.
Setelah itu wahyu segera menitipkan barang-barang yang tidak
boleh ia bawa saat pendidikan. Ia minta barangnya dibawa pulang. Kemudian ia
titipkan handphone nya padaku karena ia tak boleh berkomunikasi dengan orang
luar dan tidak diperbolehkan membawa handphone.
Selesai sudah waktu 10 menit untuk bertemu wahyu. Akhirnya seluruh
peserta yang lolos diperintah untuk kumpul kemudian bersiap pergi ke tempat
pendidikan.
Tempatnya di juanda dekat dengan kantorku. Tapi meskipun
begitu aku tak bisa menjenguk dan meilhatnya.
Terakhir.
Do’a ku adalah semoga wahyu kuat menjalani semua proses
pendidikan sampai selesai.
Ia sudah berjuang sampai ada di titik ini. Aku bangga miliki
adik seperti wahyu.
Adikku, rindu ini akan menjelma menjadi do’a tulus untukmu.
Sampai bertemu di kesempatan yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar