19 Juli 2020~

Setelah kedatangannya di kediamanku bersama kakaknya,
rasanya waktu berlalu begitu lama.Sebenarnya waktu itu juga tak ada yang ku pikirkan. Hanya
saja ingin rasanya kutarik maju hari-hariku agar segera sampai pada bulan ke
tujuh sesuai statement akhir di pertemuan 25 mei 2020. Aku ingin beban ini segera hilang. Karena untuk gugup
kembali seperti di pertemuan sebelumnya membutuhkan mata yang kuat di malam
hari karena tak bisa ku paksa untuk tidur. Kemudian harus melewati masuk angin
beserta mual dan muntahnya. Terasa menggelikan memang kelakuanku. Tapi memang
itu yang kurasakan.



Akhirnya setelah berpuluh hari ku tunggu hari itu tiba, ia
memberiku kabar bahwa akan datang bersama keluarganya tanggal 19 Juli 2020
dengan estimasi kurang lebih 10 orang, tapi 
tanpa abah dan uminya. Karena penjelasannya waktu itu abahnya sakit dan
khawatir tidak kuat badannya jika dibawa perjalanan jauh. Oh iya, jarak dari rumahnya ke rumahku sekitar 5 sampai 6
jam. Jika mungkin tidak ada tol, diperkirakan akan lebih lama dari itu.



Semua persiapan telah aku dan ibuku urus semalam sebelum
mereka datang. Mulai dari suguhan, makan siang bersama, dan oleh oleh yang akan
dibawa pulang oleh para tamu sudah kami siapkan berdua saja. Sampai rumahku
yang waktu itu setengah jadi harus kami sulap dalam waktu kurang dari 2 bulan
agar bisa terlihat sopan. Setidaknya nyaman untuk dipandang. Karena pengerjaan
dilakukan oleh bapakku sendiri, maka setiap weekend aku selalu pulang kerumah
untuk membantu mempersiapkan pula, seperti mengecat plafon, pintu, dan juga
yang lain. 

Waktu menunjukkan sekitar pukul 8 kemudian tak lama dari itu
tamu pun datang dan kami persilahkan untuk masuk ke dalam rumah. Tepat estimasi
10 orang dewasa, hanya saja ditambah 2 anak kecil waktu itu. Kemudian untuk apa yang diobrolkan jujur aku tidak memahami
dengan baik. Karena pamannya yang ditunjuk sebagai wakil abahnya dan pamanku
yang bapak tunjuk sebagai wakil bapak berbincang di ruang tamu. Sementara kami
para perempuan ada diruang tengah dengan pembahasan lain.



Aku yang harus bolak-balik mempersiapkan suguhan dari tim
dapur sehingga tidak terlalu mendengar apa yang diobrolkan oleh orang-orang di
ruang tamu. Intinya keluarganya menyampaikan niat baik untuk meminta
anak perempuan dari bapakku. Kemudian niat baik itu disambut baik oleh
keluargaku sampai akhirnya perbincangannya mengarah pada hal yang ringan. Selesai disitu pembahasan hari itu. Kemudian mereka berpamit
untuk segera pulang. 



Perasaan lega langsung menghampiri. Aku yang tak enak makan
dari hari kemarin rasanya ingin makan dan lapar sekali setelah tamunya pulang.Paling tidak satu tahapan selesai dan sudah dilewati dengan
baik. 

Tapi ternyata itu belum selesai. Abahnya yang kemarin tak ikut datang ke rumahku tiba-tiba
merencanakan akan datang juga kerumah untuk membicarakan beberapa hal yang
menurut beliau penting. Berdebar lagi rasanya hati ini membayangkan akan bertemu
abahnya. Pernah sekali bertemu dan itu membuatku tak karuan. Mulai
dari tiba-tiba masuk angin, tak enak makan, tidak bisa mengeluarkan gas
pembuangan dan haid  tiba-tiba berhenti
di hari itu ketika bertemu abahnya. Mungkin karena aku takut. Dan ketakutanku semuanya berdasar.
Pacarku tak jarang bercerita bahwa abahnya pemarah dan masih banyak lagi
pembawaan abahnya yang mebuatku ketakutan. Tapi sejak awal aku selalu berpikir bahwa abahnya pasti
punya alasan bersikap demikian. Pun jika aku tak bersalah kenapa harus dimarahi
?. Aku selalu buat mindset sendiri untuk merubah pola pikir.
Paling tidak agar tidak terlalu takut ketika bertemu abahnya. Ketakutan ini menguji adrenalinku. Seakan hendak naik roller
coaster di wisata bahari lamongan dan berteriak sekencang-kencangnya. 



Kemudian setelah beberapa minggu pasca 19 Juli 2020, aku
mendapat kabar bahwa abah beserta uminya akan datang di hari Minggu, 16 Agustus
2020. Rasanya tak perlu kudetilkan bagaimana ketakutanku menjelang
datangnya 16 agustus 2020. Jadi akan kuceritakan saja maksud dan tujuan abahnya datang
kerumah. Waktu itu seperti biasa, di menit pertama pasti yang
dibicarakan adalah seputar perkenalan antara abahnya dan juga bapakku, kemudian
tak lama dari itu abahnya mulai membicarakan persoalan kami. Mulai dari bercerita pengalaman hidupnya sampai beberapa
tujuannya dimasa mendatang soal aku dan anaknya. Awalnya hanya bapakku saja
yang menemui abahnya diruang tamu. Sedang aku dan ibuku bersama umi dan
kakaknya di ruang tengah. Tapi tiba-tiba aku dipanggil untuk duduk juga
disebelah bapakku. Pikiranku waktu itu adalah, mungkin akan ada hal yang
dibicarakan khusus denganku.



Abahnya lalu menyampaikan harapannya agar ketika nanti aku
dan anaknya sudah menikah, aku ikut tinggal di kotanya, di Lumajang. Sebenarnya hal itu tak perlu disampaikan secara khusus
hingga abahnya juga ikut datang kerumah dengan perjalanan yang cukup jauh dan memakan
waktu yang cukup lama. Hingga tenaganya juga harus terkuras dijalan. Tapi aku
sangat menghormati apa yang sudah dilakukan beliau. Mungkin menurut beliau hal itu tak layak disampaikan lewat
telepon atau bahkan perantara. Menurutku hal yang akan disampaikan juga cukup
prinsipil dan membutuhkan bertemu dengan kedua orang tuaku.

Aku hanya mengangguk pertanda aku setuju ketika ditanya
kesiapan untuk ikut ke Lumajang. Sebenarnya sejak 2017 ketika pertama aku bekerja, aku sudah
merencanakan akan resign ketika diminta oleh suamiku kelak untuk ikut
dengannya. Bagiku seorang istri sudah seharusnya melakukan hal itu dengan suka
rela.



Aku banyak membaca tulisan soal perempuan. Tapi hasil
akhirku adalah “Perempuan yang bijak
adalah perempuan yang mampu memaknai gender dan kodrat dengan benar sesuai dengan kondisi real yang ada. Pun juga mampu menyelaraskan semua ilmu dengan pondasi ilmu agama.”



“Karir perempuan yang
paling membanggakan bukan soal memiliki harta yang banyak diluar harta bersama
suaminya. tapi karir terbaik perempuan adalah mampu menjadi pondasi atas
keberhasilan suaminya kelak sekaligus menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya
hingga melahirkan generasi yang cakap memaknai lingkungan dan tanggap
hati serta akalnya” 
Itu yang kuyakini hingga hari ini.



Terakhir pertanyaan abahnya adalah “kira-kira keluarga bapak
dan ibu siapnya kapan ?. Insya Allah kami mengikuti.”



Pertanyaan itu menjadi PR tersendiri setelah mereka
berpamitan pulang.

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar