Di sudut ruangan ini kembali tersentak laraku. berdiam sendiri kemudian seperti biasa ku sapa heningnya dinding yang selalu berikan hawa dingin di setiap malamnya. tak ada yang berubah hingga kini. semua masih sama, sama seperti saat pertama ku dapati langit-langit bersinar bersamaan cahaya lampu yang tak pernah meredup sedikitpun. sesekali ku coba pejamkan mata untuk menikmati apa yang telah disajikannya.

entah bagaimana lagi ku deskripsikan keindahan tentang dirimu? rasanya semua kata bahkan yang sudah terangkai menjadi kalimat indah pun tak pernah bisa menjelaskan secara keseluruhan akan dirimu. terlalu indah memang, menyerupai bahasa Tuhan seperti yang pernah kau katakan padaku. entah mengapa tapi aku selalu sepakat jika orang lain berkata bahwa kau mengagumkan meskipun dalam beberapa verbalku aku menolaknya.